Kasus ini berawal dari tahun 2011, perusahaan furnitur dan perabotan rumah tangga asal Swedia, IKEA tersandung kasus hukum dengan perusahaan lokal asal Surabaya yang bergerak di bidang industri rotan dan kayu yang juga menggunakan nama akronim "IKEA" dari Intan Khatulistiwa Esa Abadi dalam bisnisnya. Kasus ini menjadi sorotan media internasional, karena IKEA Swedia yang merupakan salah satu perusahaan raksasa di dunia tersandung kasus hak merek dengan perusahaan rotan dan kayu asal Indonesia. Kasus in berangsur angsur menimbulkan berbagai konflik antar dua pihak. Namun setelah melalui beberapa kesepakatan, kedua belah pihak akhirnya mencapai kesepakatan antara IKEA Swedia dan IKEA Indonesia pada tahun 2017, hasil dari kesepakatan tersebut yaitu IKEA Indonesia yang tetap menggunakan nama "IKEA", tetapi dengan beberapa syarat yang harus di penuhi yaitu dengan tidak membuka toko secara besar besaran, tidak menjual produk yang serupa, dan berbagai kebijakan lainnya yang harus di penuhi IKEA Indonesia. 

Kasus IKEA Swedia dengan IKEA Indonesia bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu :
  1. Ekspansi Global IKEA, IKEA Swedia yang telah menjalankan bisnisnya di banyak negara sebagai perusahaan multinasional. Dalam rangka ekspansi tersebut, IKEA Swedia telah membuka toko-toko di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. 
  2. Perbedaan Hukum Merek di berbagai belahan negara, Hukum di setiap negara berbeda , dan merek dagang dapat memiliki perlindungan di satu negara tapi tidak di negara lain, hal ini menjadi masalah yang rumit di selesaikan. 
  3. Kurangnya kesadaran kepahaman terhadap hukum merek, Mungkin saat IKEA Indonesia pertama kali di dirikan mereka tidak sepenuhnya sadar dampak dari penggunaan nama "IKEA" yang dapat terjerat kasus hukum merek dengan IKEA Swedia.
Solusi dari kasus IKEA Swedia vs IKEA Indonesia yaitu : 
  1. Negosiasi dan Kesepakatan Bisnis antara kedua belah pihak, kesepakatan bisnis ini mencakup pembagian wilayah geografis, target pasar yang spesifik karena kedua belah pihak memiliki fokus yang berbeda sehingga kesepakatan bisnis lebih relevan diambil daripada kesepakatan hukum, dan dari persyaratan diatas kedua belah pihak dapat beroperasi tanpa perlu bersaing. 
  2. Lisensi Merek, IKEA Swedia memberikan lisensi merek kepada IKEA Indonesia, tetapi dengan tidak cuma-cuma ada syarat-syarat yang harus dipenuhi IKEA Indonesia, seperti pembayaran royalti atau kriteria tertentu untuk produk yang mereka jual. 
  3. Kerjasama dengan otoritas hukum, Perusahaan dapat mencoba bekerja sama, dengan pihak otoritas hukum di negara-negara yang terlibat dengan kasus tersebut gunanya untuk mencari solusi antar kedua belah pihak.